The Adventure of Learning

Archive for June 2019

Umar ibn Al Khattab, satu dari empat Khulafaur Rasyidin yang menambat hati saya, *hihihi*. Kalau kita pernah studi tentang Kepemimpinan Dua Umar, kita akan memahami betapa mempesonanya pribadi Umar ini, walau tak layak mengagumi tanpa meneladani.

Ya Allah, berikan aku harta di dunia tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, sehingga aku tidak melampaui batas dan juga tidak melupakan tanggung jawabku. Jumlah yang kecil dan sedikit lebih baik daripada besar tetapi menyebabkan lupa padaMu. Ya Allah, umurku bertambah dan telah banyak hilang kekuatanku, tetapi kewajibanku semakin bertambah. Panggillah aku ketika aku bisa memenuhi tanggung jawabku, tanpa meninggalkan salah satupun.

Bagi kita yang menonton serial Omar, tentu doa ini tidak asing di telinga. Doa Umar saat umrah, yang diulas pada episode pertama. Saya tidak akan menulis opini saya tentang Umar, tetapi, saya akan menulis ulang beberapa catatan pribadi saya tentang Amirul Mukminin yang luar biasa ini.

Seorang shahabat bertanya kepada Umar ketika mereka sedang melewati padang pasir dan Umar berhenti memandang sekumpulan gembalaan beserta penggembalanya dari jauh. Dia bertanya, “Apa kau berhenti untuk istirahat disini, wahai Amirul Mukminin?”. Umar hanya menangis. Shahabat itu lanjut bertanya, “Apa yang membuatmu menangis, Amirul mukminin?”. Umar menjawab, “Syukurku kepada nikmatNya yang sangat banyak dan ketakutanku atas cobaan yang mengujiku. Tidak ada sesembahan selain Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung yang memberikan apa-apa yang Dia senangi kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Aku bisa melihat diriku sendiri menggembala unta Al Khattab di lembah ini. Dia orang yang kasar, keras, dan mempekerjakanku hingga aku lelah. Dia memukulku jika aku malas. Sekarang, aku berada di posisi yang tidak ada seorangpun menghalangiku dengan Allah.

Umar juga pernah menyampaikan, sebelum masa kenabian, ketika seseorang meminta ijin untuk menggunakan sumur (untuk minum air) tempat ia menggembala, “Seorang yang mulia memberikan secara halus dimana ia menolak untuk berbuat kasar.

Ungkapan lain yang pernah juga disampaikan Umar adalah, “Aku tidak mau kerja yang lebih ringan, tapi aku ingin tubuh yang kuat.

Barangsiapa yang memenuhi janji, tidak akan dikecam. BArangsiapa teguh dalam pendirian, tidak akan goyah. Barangsiapa takut akan kematian, maka kematian akan menguasainya, walaupun dia lari dengan menggunakan tangga menuju langit. Barangsiapa yang berkecukupan tapi menolak untuk menolong orang lain, akan tidak diakui dan dikecam.

Ketika Umar diminta untuk menjaga gembalaannya siang dan malam, saudara kandungnya (Zaid bin Khattab) menjenguknya dan memilih turut menemani berjaga malam itu di tengah padang pasir. Umar menyampaikan kepada saudaranya itu, “Aku tidak mengeluh berada tdi tempat terbuka ini. Kehidupan memberikan kau kejernihan pikiran, ketajaman penglihatan, perasaan yang murni, dengan tanpa hambatan. ….. Dan untuk unta, ketika kau memperlakukan mereka seperti yang aku lakukan, kau akna menyadari bahwa mereka butuh pengurusan yang layak. Kau akna bisa mengurusi mereka secara individual. Tiap-tiapnya memiliki perangai, kebiasan, kebutuhan, dan kemampuannya sendiri. Tiapnya berkumpul dengan kawanannya, tetapi tidak ada dua unta yang identik. Ketika kau menyadari penuh akna hal ini, kau mengurus mereka sebagai kawanan, tapi kau melihat mereka sebagai individu. Kau akan baik kepada mereka sebagaimana ibu kepada anak-anaknya. Dimana ini berlaku untuk unta, inipun lebih berlaku lagi kepada manusia. Hidup mereka tak akan berkembang sampai mereka punya pemimpin yang mengurus urusan mereka. Barangsiapa yang memberontak akan binasa. Serigala hanya akan menyerang domba yang sendirian. Jika orang-orang bersatu, tiap orang tersebut akan memiliki sifat dan pikirannya sendiri. Mereka akan mengejar langkahnya sendiri, kepentingan, dan apa yang diinginkan oleh mereka. Tidak ada satupun yang bisa menggantikan yang lain. Jika tidak seperti itu, manusia tidak akan butuh kepada yang lain, tidak ada yang butuh pada apa yang dimiliki orang lain. Maka bersama-sama adalah bagaimana mengatur kepribadian mereka dan perbedaan mereka sehingga mereka bersatu.

Ucapan itu lahir dari lisan Umar, pemilik benih keemasan, justru jauh sebelum dia menjadi muslim. Seperti kata Nabi, bahwa emas akan tetap menjadi emas, ia hanya berubah label, apakah ia emas kejahiliyahan, atau emas kemuliaan.

Suatu hari, pasca Fathu Makkah, di depan Darun Nadwah, berkumpul para pemuda mulia, Khalid, Amr bin Ash, Salim, Umar dan sebagainya.

Seseorang berkata, “Umar, aku menyesali perbuatanku dulu..

Umar menjawab, “Jangan putus asa dengan yang sudah terjadi, kecuali untuk membangun semangat yang akan datang. Banyak sekali orang berbuat baik dan berbangga-bangga dan akhirnya binasa. Dan betapa banyak sekali orang yang dulunya melakukan kejelekan, kemudian menyesal dan terus mengintrospeksi diri hingga akhirnya termasuk orang-orang yang masuk surga lebih dulu.

Shahabat lain menyahut, “Indah sekali untaian kata-katamu, Umar. Beruntung sekali kaum yang kau pimpin. Dan sekarang kita tahu, bahwa kau mengorbankan diri untuk kita. Maka ketika kami membunuhmu, sesungguhnya kami sedang membunuh diri kami sendiri. Segala puji bagi Allah yang telah menolongmu dan membebaskan kami dari kemusyrikan.

Umar berkaca-kaca mendengar ucapan tersebut.

Salim menambahkan, “Hal ini hampir menjadi kenyataa, dan semua orang Arab akan masuk Islam. Padahal mereka pengikut Quraisy.

Umar menangis dan terdiam.

Khalid bertanya, “Apa yang membuatmu menangis, Wahai Umar? Padahal Islam sudah hampir jaya seperti yang Salim katakan.”

Umar menjawab, “Aku takut terhadap Allah, jika yang aku lakukan ini bukanlah menyempurnakan Islam, akan tetapi sebaliknya..

Umar lalu pergi sambil menangis.

———

Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illalah wallahu akbar.

Jika kita menanyai diri masing-masing, kemana kita mencari sosok Umar hari ini? Adakah? sebelum menunjuk orang lain, tengok diri kita? adakah kita miliki sedikit saja perangai itu dalam diri kita?

Sahabat, saya sendiri kagum kepada Umar. Pribadinya yang menawan; keras terhadap dirinya sendiri, adil dan bijak terhadap kepentingan orang banyak. Mungkin banyak dari kita yang mengagumi banyak tokoh inspiratif, Umar-umar masa kini (walau tak mampu menyaingi derajat Umar). Akan tetapi sahabat, seberapa pentingkah mengagumi orang lain?

Film ini adalah film tentang Sahabat Nabi Sayyidina Umar Ibn Khattab RA.

Mengambil lokasi syuting di Maroko dan Suriah, film ini diproduksi oleh 03 Production & MBC Dubai. Sedangkan untuk penulisan alur cerita, produsen menyerahkan kepada Waleed Saif, ahli sejarah yang dianggap mumpuni tentang seluk beluk kehidupan kota Mekkah zaman itu. Jadi film ini bisa dianggap film sejarah, dengan tingkat penyimpangan yang saya belum browsing sejauh mana.

Total 31 episode, @1 jam. Sudah pernah tayang di MNC TV pada Ramadlan tahun 2012.

CD+subtitle nya pun sudah banyak beredar di toko-toko kaset di kota anda pasti. File MP4 plus subtitle nya pun sudah banyak beredar di berbagai website. Downloadable buat HP, apalagi Laptop/ komputer.

Nah, kalau subtitle ini nggak ada yang baca krn udah pada nonton ya sudah, ga jadi dilanjut hehe. Tapi ya, mari kita coba. Mungkin ada kawan-kawan yang memiliki keterbatasan mengakses film dari tempat lain, bisa memanfaatkan status fb ini.

Semoga kita bisa mengambil banyak hikmah dan pelajaran dari film ini.

—————–

Eps 1.

Prolog diawali dengan scene pendek pada setting waktu Musim Haji tahun 23 Hijriyah. FYI, masa pemerintahan Umar RA adalah 13-24 H. Kemungkinan setting awal ini adalah haji terakhir yang dilakukan Khalifah Umar.

“Labbaikallahumma labbaik, labbaikalaa syarikalaka labbaik. Innal hamda wannikmata laka wal mulk laa syarikalak”

Terdengar bacaan talbiyah berkumandang dari berbagai penjuru baitullah dan tampak sekelompok kecil jamaah haji (kecil kalau dibandingkan sekarang), sedang melakukan thawaf. Penggambaran tentang suasana haji di masa itu, dengan segala kesederhanaan kondisi baitullah dan sekitarnya, sedikit memunculkan rasa aneh buat saya. Semacam… “Ya Allaah,, sepi banget coba baitullah jaman dulu, sama jakenan sekarang aja jauuhh.. hehe”

Di antara jamaah haji tersebut, terlihat sosok yang menonjol dibandingkan yang lainnya. Posturnya tinggi tegap dengan rambut yang sudah memutih. Ya dialah khalifah kedua kita, Umar Radiallohu Anhu.

Sambil melakukan thawaf, ia tampak berkontemplasi.

“Ya Allah, berikan aku harta di dunia yang tidak terlalu banyak juga tidak terlalu sedikit. Sehingga aku tidak melampaui batas, dan juga tidak melupakan tanggung jawabku. Jumlah yang kecil tapi berkah, lebih baik daripada besar tapi menyebabkan lupa kepada-Mu. Ya Allah, umurku bertambah dan telah banyak hilang kekuatanku, tetapi kewajibanku semakin bertambah. Panggilah aku ketika aku telah memenuhi tanggung jawabku, tanpa meninggalkannya salah satupun.”

Usai thawaf, Umar menyampaikan pidato kepada kaum muslim yang melaksanakan haji bersamanya.

“Tugas penguasa yang paling penting terhadap rakyatnya, adalah mendahulukan kewajiban mereka terhadap Allah, sebagaimana dijelaskan di dalam Al Qur’an. Tugas kami untuk meminta kalian, memenuhi apa yang Allah perintahkan kepada kalian sebagai Hamba-Nya yang taat, serta menjauhkan kalian dari perbuatan maksiat terhadap Allah.

Kami juga harus menerapkan perintah-perintah Allah dimana setiap orang diperlakukan sama dalam keadilan yang nyata. Dengan begitu, kita memberikan kesempatan kepada orang bodoh untuk belajar, yang lengah untuk memperhatikan dan seseorang yang sedang mencari contoh, suri tauladan.

Untuk menjadi orang beriman yang sejati, tidak didapatkan dengan mimpi, tetapi dengan perbuatan yang nyata. Makin besar amal perbuatan seseorang, makin besar pula balasan dari Allah.

Dan jihad adalah puncaknya amal kebaikan. Sebagian orang menyatakan telah ikut berjihad, tetapi jihad di jalan Allah yang sesungguhnya adalah menjauhkan diri dari dosa. Tidak ada yang disayangi Allah yang Maha perkasa, dan tidak ada yang lebih bermanfaat bagi manusia daripada kebijakan pemimpin berdasarkan pemahaman yang benar dan wawasan yang luas. Tidak ada yang paling dibenci Allah selain ketidaktahuan dan kebodohon pemimpin.

Demi Allah, aku tidak menunjuk gubernur dan pejabat di daerah kalian sehingga mereka bisa memukulmu atau mengambil hartamu. Aku mengirim mereka untuk membimbing kalian dalam agama kalian dan mengajarkan sunnah nabi shalallahu ‘alaihi wassalam. Barang siapa yang diperlakukan tidak adil, segera laporkan padaku! Demi Allah yang nyawaku di tangan-Nya, aku akan menegakkan keadilan terhadap kezaliman mereka! Jika aku gagal, aku termasuk orang-orang yang tidak adil.

Lebih baik bagiku mengganti gubernur tiap hari daripada membiarkan orang zalim menjabat meski hanya sejam. Mengganti gubernur itu mudah dibanding mengorbankan rakyat. Maka barangsiapa yang mengurusi urusan orang Muslim bertakwalah kepada Allah dalam memperlakukan rakyatnya.

Kepada semua pejabat, jangan memukuli orang untuk menghinakan mereka! Jangan meniadakan hak mereka, dan tidak mengurus mereka! Dan jangan menyusahkan mereka sehingga mereka merasa berat!

Setelah semua ritual haji terlaksana, banyak rakyat dari berbagai penjuru akan berkumpul denganku, gubernur maupun pejabatnya. Aku akan bisa melihat situasi rakyatku semua, mendengarkan keluhan kalian dan memberikan keputusanku, memastikan yang lemah diberikan haknya, dan keadilan ditegakkan semua.”

(such a long speech to be written…)

———————–
Ritual haji telah usai. Khalifah dan rombongan dalam perjalanan kembali ke Madinah.

Di suatu tempat ia terhenti. Menyaksikan beberapa penggembala unta yang sedang menggembalakan ternaknya. Ketika ditanya oleh salah seorang sahabat mengapa berhenti, ia malah menitikkan air mata.

“Apa yang membuatmu menangis wahai amirul mukminin?” tanya salah seorang sahabat.

“Aku bersyukur Allah memberiku nikmat yang sangat banyak, sekaligus aku takut atas ujian yang terkandung dalam nikmat itu. Tidak ada sesembahan selain Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung. Dia memberikan apa-apa yang Dia senangi kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Rasanya aku bisa melihat diriku sendiri menggembala Unta Al-Khattab, ayahku, di lembah ini dulu. Dia orang yang kasar dan keras. Ia mempekerjakanku hingga aku lelah dan memukuliku jika aku malas. Sekarang… Aku bahkan berada di posisi yang tidak ada seorangpun menghalangiku dengan Allah” jawab Sang Khalifah terharu…

——————-
Alur mundur.

6 tahun sebelum kenabian (berarti mundur sekitar 6+13+23 = 42 tahun ke belakang)

Umar muda sedang menggembalakan unta di suatu stepa di bagian embuh mananya Kota Mekkah. Nampaknya ada sekelompok kabilah yang memerlukan air.

“Bolehkah kami meminta air untuk binatang kami di sumurmu, wahai pemuda?”

“Ente dari kabilah mana?”

“Kami dari bani Khuza’ah.”

“Bagaimana jika aku menolak?”

“Yaahh, kami akan pergi dengan damai, dan berharap menemukan apa yang kami butuhkan dari orang yang mulia”

Disindir seperti itu Umar muda tersenyum tipis. Tampaknya ia tadi tidak benar-benar ingin menghalangi kabilah tersebut mengambil air.

“Orang yang mulia memberi secara halus kepada orang yang menolak berbuat kasar. Nanti setelah kami selesai dan memindahkan unta kami, kamu boleh membawa masuk untamu. Silahkan ambil yang kau butuhkan.”

“Wahh bolehkah aku tahu nama pemuda yang baik ini?”

“Umar.. Umar ibn Al-Khattab”

“Dari klan Quraisy mana?”

“Bagaimana kamu tahu aku seorang Quraisy?”

“Wajahmu Quraisy banget wahai kisanak. Aku tidak mungkin salah.”

Umar tersenyum lagi.

“Dari Bani Adiyy.” jawabnya lalu beranjak pergi.

Sebelum pulang ia menyempatkan diri untuk mengambil dua ikat kayu kering.

————–

Umar tiba di kampungnya.

Duhh, lagi-lagi penggambaran Kota Mekkah jaman itu masih sulit saya terima ya. Membayangkan Bunda Khadijah yang konon pengusaha besar dengan kekayaan melimpah, rumahnya hanya terdiri dari tumpukan batu, bahkan pintunya pun jelek sekali… frown emotikon Apa memang seperti itu keadaan di masa itu, entah, saya juga tak tau.

Rupanya Umar tak langsung pulang, tetapi mampir ke rumah buliknya.

“Tok tok tok”

“Eh Umar..”

“Ini kayu bakar yang kau butuhkan bulik. Apakah aku harus membawanya masuk?”

“Sudah tinggalkan saja disini. Kau mau masuk dan makan sesuatu?”

“Tidak, tidak bulik. Aku masih harus mengirimkan semua kayu bakar ini. Aku tidak bisa makan dulu. Aku tak boleh terlambat memulangkan unta ayahku. Atau dia akan marah.”

“Umar, kalau kau mau, kita bisa bicara padanya agar mengurangi pekerjaanmu…”

“Tak usah bulik. Aku tidak bisa bekerja lebih ringan, tapi menginginkan tubuh yang kuat.”

“Itu yang sudah kau dapatkan le. Semoga Allah memberikanmu kekuatan, wahai putra Hantamah.

Umar beranjak keluar. Tiba-tiba buliknya berteriak.

“Tunggu sebentar, Umar. Ini untukmu, kurma dari Yatsrib dan Kismis dari Taif.”

“Trimakasih bulik.”

———————————-

Di rumah ayahnya. Rupanya Al-Khattab itu ayah yang nyebelin. Baru tau saya kalau masa muda Khalifah Umar begitu berat. Punya ayah yang nyebelinnya minta ampun. Tapi dia tetap berbakti.

“Umaarr, heh mengapa sampai hari gini baru pulang? Bagaimana dengan unta…”

“Aku mengumpulkan kayu bakar untuk bulik-bulik…”

“Hah?? Lalu untanya??”

“Untamu tak apa-apa pakne. Kau begitu mengkhawatirkan untamu, tapi tidak orang yang menjaga untamu? Anakmu sendiri?”

“Anakku baik-baik saja, ketika untanya baik-baik juga.”

(sakno cahh… kalo sekarang pasti udah didemo kak seto itu si bapak)

“Maka, tenanglah, mereka baik-baik saja di lembah Manjanan. Aku tidak meninggalkannya sampai…

“Terus kenapa kau malah kesini? Aku takut seseorang akan mencoba untuk mencurinya Umar”

“Siapa yang berani melakukan itu kalau unta-unta itu sudah ada stempel kepemilikanmu?”

“Tapi Umar, aku tidak memiliki posisi yang sama dengan Utbah bin Rabi’ah pemimpin Abdu Syams, atau Al-Walid bin Mughirah pemimpin Bani Makhzum, atau…”

“Bukankah kita termasuk Quraisy, Suku utama di Arab dan…”

“Ya itu benar ketika seluruh Arab bersaing dengan kita. Tapi ketika kita kembali dengan orang-orang kita, posisi kita tidak sama. Yang ini golongan Bani Hasyim, yang lainnya golongan Abdu Syams, yang itu golongan bani Makhzum dan ita Bani Jumah… dan lagi, status orang meningkat melalui kekayaan dan perdagangan. Jadi jika kau menjauh dari unta ayahmu dan seseorang mencurinya, maka…”

“Kau menyebutkan kekayaan dan perdagangan…Bolehkah aku berdagang?”

“Apa? Kamu ingin berdagang? Tapi darimana kau akan dapat modal?

“Tentu saja dari ayahku yang konon bernama Khattab”

“Apa?! Uang ayahmu akan ada pada ayahmu selamanya sampai dia meninggal, jangan khawatir paling juga tidak terlalu lama lagi. Lagipula, apakah kau pikir ayahmu tidur di atas tumpukkan emas dan perak hahh?”

“Kau ini seperti bicara kepada budak saja, bukan anakmu.”

“Kamu bukan anakku jika aku kehilangan beberapa unta, ketika kau disini berdebat denganku!” (ebuseeettdaahh)

“Bolehkah aku makan terlebih dahulu, dan membungkus sebagian untuk malamku di lembah Manjanan?”

“Hahh enyah saja kau! Kapan kau akan sampai lembah yang sangat jauh itu, sementara kau istirahat dulu disini sekarang?”

“Tidakkah kau menyadarai bahwa aku telah mengetahui jarak lembah ke Mekkah sekarang? Jika kau tidak ingin menunjukkan kebaikanmu padaku, maka setidaknya berbuat baiklah pada keledaimu, ia membutuhkan istirahat.”

“Lagian ngapain kamu pulang? Bukankah aku tidak memerintahkanmu membawa kayu bakar untuk bulikmu?”

Dan adu pendapat antara ayah-anak itu pun masih berlanjut hingga beberapa waktu. Adik Umar yang melihat adu mulut sengit itu mendekat. Berusaha menengahi.

“Aku akan menyelesaikannya untuk kalian berdua. Biarkan Umar istirahat malam ini di Mekkah, dan aku akan pergi menjaga unta sampai ia menemuiku besok pagi.”

“Apa? Kau akan menjaga unta?”

“Kenapa daddy, apa kau sedang memuji atau mencela?”

“Hmm, tidak keduanya, hanya saja kau tak bisa melakukannya sebaik Umar. Dan sebaliknya, dia juga tidak baik dalam hal yang kau baik padanya.”

———————————-

Malam di Lembah Manjanan. Umar duduk sendiri sedang termenung. Ia menggumam.

“Barangsiapa yang memenuhi janji tidak akan dikecam. Barangsiapa teguh dalam pendirian, tidak akan goyah. Barangsiapa takut akan kematian, maka kematian akan menguasainya walaupun dia lari menggunakan tangga menuju langit. Barangsiapa yang berkecukupan tapi menolak untuk menolong orang akan tidak diakui dan dikecam.”

Saat seperti itu, adiknya yang tadi menawarkan bantuan tapi dilarang bapaknya, tiba. Umar sedikit terkejut.

“Ngapain kamu kesini malam2 begini? Apa kau membawa berita buruk?”

“Aku membawakanmu makanan.”

“Apakah kau pergi sejauh ini hanya untuk membawakanku makanan? Aku sudah kenyang makan kurma dari bulik.”

“Sejujurnya aku bosan berkumpul dengan orang-orang itu. Mereka hanya membicarakan kalau tidak leluhur kita, bisnis atau perdagangan. Kamu lebih enak disini. Kecuali bahwa Khattab mempekerjakanmu dengan berat.”

“Aku tidak mengeluh. Di tempat terbuka ini, kehidupan memberikan kau kejernihan pikiran, ketajaman penglihatan, perasaan yang murni, dengan tanpa hambatan. Dan untuk unta, ketika kau memperlakukan mereka seperti yang aku lakukan, mengurus mereka dengan layak, kau akan bisa mengenal mereka secara individual. Tiap-tiapnya memiliki perangai, kebiasaan, kebutuhan dan kemampuannya sendiri. Tiapnya berkumpul pada kawanannya, tetapi tidak ada dua unta yang identik.

Ketika kau menyadari penuh akan hal ini, kau tidak hanya mengurus mereka sebagai kawanan, tapi melihat mereka sebagai individu. Kau akan baik kepada mereka sebagaimana ibu kepada anak-anaknya.

Kalau ini berlaku untuk unta, pun lebih berlaku lagi kepada manusia. Hidup mereka tak akan berkembang sampai mereka punya pemimpin yang mengurus urusan mereka. Barangsiapa yang memberontak akan binasa.

Serigala hanya menyerang domba yg sendirian. Jika orang-orang bersatu, tiap orang tersebut akan memiliki sifat dan pikirannya sendiri. Mereka akan mengejar langkahnya sendiri, kepentingan dan apa yang diinginkan oleh mereka. Tidak ada satupun yang bisa menggantikan yang lain.

Jika tidak seperti itu, manusia tidak akan butuh kepada yang lain. Tidak ada yang butuh apa yang dimiliki orang lain. Hidup bersama-sama adalah tentang bagaimana mengatur kepribadian dan perbedaan sehingga semua anggota kelompok bersatu.”

(Hmmm sebelum ini saya seringbertanya-tanya bagaimana seorang Umar yang terkenal keras hati bisa luluh akhirnya ke dalam Islam. Ternyata ia sudah memiliki benih-benih sifat dan pemikiran yang baik. Sehingga ketika bertemu dengan ajaran-ajaran Islam, bagaikan benih tanaman yang tiba-tiba tersiram air dan pupuk. Langsung tumbuh, mekar dan berkembang.)

“Sungguh kau penuh kebijakan, Umar, walaupun kau masih muda. Tapi para tetua menekan orang seperti engkau.”

Adiknya menjatuhkan sesuatu

“Apa ini?”

“Bukankah kau mengatakan kau ingin melakukan perdagangan? Berangkatlah ke Syria, bersama kafilah Quraisy dan penuhi mimpimu. Ketika kembali, kau bisa ceritakan kepadaku tentang istana dan pertaniannya dan tentu saja wanita-wanita cantiknya”

Maka pergilah Umar menggapai mimpinya. Berdagang ke Syiria.

———————————–

Damaskus, 2 tahun sebelum diutusnya Nabi

“Hai Umar, kawanku!”

“Selamat datang pemimpin Ghassan”

“Eh, hati-hati, jika pemimpin Ghassan yang sebenarnya mendengarmu, dia akan melaporkanku kepada Kaisar Bizantium, dan aku bukan saingannya. Aku hanya pedagang. Bagaimana kabarmu, Umar?”

“Baik, Kau?”

“Aku baik, terima kasih Tuhan atas nikmat-Nya. Bagaimana perjalananmu dari Mekkah?”

“Baik”

“Ini, kau bisa lihat, adalah teman-teman Bizantiumku. Dan kolega bisnisku. Aku telah menceritakan kau kepada mereka Umar. Kubilang bahwa kami telah berjual beli dengan engkau, dimana engkau orang terpuji, yang tidak meninggikan harga…”

“Kau sudah mulai menawar, seperti biasa, bahkan sebelum kau melihat barang-barangku. Kau mulai dengan pujian berharap supaya bisa melunakkanku. Kau pikir Umar akan tertipu dengan perkataan seperti itu? Hargaku tak akan terpengaruh oleh pujianmu. Aku hanya menjual kepadamu sehingga aku bisa membeli barangmu. Atau jangan-jangan kau menggunakan cara itu terhadap orang-orang bizantium ini ya? Kita bagaimanapun juga berasal dari suku yang sama, berbicara bahasa yang sama.”

“Siapa dari kami yang lebih berhak menerima kebaikan? Memang kita berasal dari suku dan bahasa yang sama, tapi aku berbagi dengan mereka agama dan lahan. Kecuali kau masuk agamaku dan menjadi saudaraku seperti mereka. Siapa tahu, Aku akan mengenalkanmu kepada kaisar Bizantium dan kau mendapatkan perhatiannya. Lalu kau bisa tinggal disini. Kau akan disambut dengan baik. Kehidupan di Syria, tanah penuh dengan taman dan kebun, sangat berbeda dengan kehidupan keras Arab.” beeuuhh tampang dan gaya bicara orang ini sudah persis dengan penjual obat di pasar burung.

“Hehh hentikan! Kau sudah terlalu jauh”

“Okay! Jika kau datang untuk berdagang, mari berdagang. Apa yang kau punya?”

“Apa saja barang-barang yang kau inginkan dan ketahui. Parfum, dupa, gusi, kurma dan kain yaman.

“Bagaimana dengan tanduk gajah dari Abisinia? Aku tidak punya, tapi teman perdaganganku punya. Aku bisa mengambilkannya untukmu.”

“Dan kayu arang?”

“Sama juga.”

Tiba-tiba pak gendut bakul obat itu mengajak Umar melipir, berbicara empat mata. Sepik-sepik.

“Bagaimana dengan koleksi barang yang aku butuhkan, darimu dan teman-temanmu, simpanlah semuanya untukku. Aku akan memberimu komisi, hanya antara kita berdua.”

Umar jengah. Tak tertarik sama sekali dengan tawarannya. Hendak langsung kabur tapi ditahan oleh si gendut.

“Apa yang salah? Aku hanya melayani kebutuhanmu.”

“Niat yang buruk meski menguntungkanku. Kau ingin aku tidak jujur sesama temanku, membuat untung dibelakang mereka. Lagian aku sama saja menolongmu merugikan kaummu sendiri. Aku paham maksudmu wahai pak gendut lololobah, jika kau memonopoli barang, kau bisa menaikkan harga. Kau akan tentukan harga sesukamu. Kayak bensin di Indonesia! Aku tidak mau. Aku bicara sesuai dengan kebenaran. Aku tidak mau merugikan temanku. Ketidakadilan melahirkan buah kejahatan. Jika kau tidak suka diperlakukan tidak adil, kau harus adil kepada yang lain juga.”

(beeuuhh manusia langka, batin si gendut)

“Agamamu mengajarkan seperti ini? Maksudku berhala yang kau sembah.”

“Jika agama tidak mengajarkanku seperti ini, moralitas, Integritas dan kejujuran membutuhkannya. Bagiku, ini adalah agama yang harus dijalankan. Dan kau, apa yang diajarkan agamamu mengenai perbuatanmu? Atau dinar dan dirham adalah agamamu yang sebenarnya walaupun kau menunjukkan kau menganut agama yang lain? Jika pun agama tidak membatasimu, bagaimana dengan integritasmu sebagai orang Arab? Atau moralmu sudah mulai rusak karena pergaulanmu dengan orang-orang bizantium?”

“Aku pikir orang Arab dan gurunnya iri kepada pemukiman kami di Syria, bersama Bizantium, Negara Superpower. Kita adalah raja atas orang-orang Arab disini.”

“Kamu raja yang mengatur orang-orangmu sendiri. Dan sebagaimana para Bizantine adalah rajamu maka, kau mengabdi kepada mereka. Mereka menggunakan kau untuk memenuhi tujuan mereka dan dalam perang mereka. Tapi kau tidak diizinkan menjadi bagian pemerintahan mereka. Bagaimana bisa kami iri dengan posisimu?

“Wooo belum tau dia. Ketika kita menyelesaikan perdagangan kita aku akan membawamu ke distrik Damaskus, kemudian ke Bar George, sehingga kamu melihat kita dengan rasa iri.

————————

Seusai urusan dagang, benarlah, rupanya si gendut jadi mengajak Umar muda berkeliling Kota Damaskus. Umar terlihat mengagumi pemandangan yang dilihatnya sepanjang jalan. Arsitektur kota yang sudah jauh lebih maju daripada Mekkah, kehidupan masyarakat yang lebih maju dan beragam, serta perdagangan yang lebih ramai.

————————-

1 tahun sebelum kenabian

Di suatu pasar di Kota Mekkah.

“Apa? 10 dirham! ini terlalu mahal.” seorang wanit tampak mengomel sambil menawar.

“Demi Latta, aku hanya mengambil untung setengah dirham. Ambil atau tinggalkan.” tukas penjualnya

“Kami tinggalkan kalau begitu. Penjual yang buruk engkau.” jawab si wanita pembeli.

Serombongan orang datang mendekat.

“Tuan Safwan!” penjual yang sedang melayani pembeli wanita menyapa.

“Hanya untuk satu atau dua dirham kau membuat wanita muda ini berpaling!” kata orang yang baru datang.

“Tuan, ini adalah hartamu dan harta ayahmu yang aku jaga. Aku hanya pelayan yang menjual barang-barangmu. Ini harga yang ayahmu tentukan untukku.”

“Sudah, berikan wanita muda cantik ini, apa-apa yang dia butuhkan. Dengan harga yang dia senang untuk membayarnya.”

“Baiklah, tuanku.”

Laki-laki yang dipanggil Tuan Shafwan dan kawan-kawannya lalu beranjak pergi. Sambil berjalan, kawan si Tuan Shafwan itu berkata.

“Dengan banyaknya wanita cantik disekitar sini, kau dan ayahmu akan hidup dalam kemiskinan”

“Jika ada banyak, kebutuhan kami pada seseorang akan lebih sedikit. Emas sangat mahal karena kelangkaannya, sedangkan besi murah sangat banyak sekali.” jawabnya.

Tiba-tiba terdengar teriakan seseorang di tengah keramaian.

“Wahai manusia, para pembesar Quraisy, sejak kapan orang diperlakukan secara tidak adil di tempatmu dan hak mereka dirampas?”

“Ada apa pak?” jawab Tuan Shafwan menghampiri.

“Wahai pemimpin bani Amir. Apakah kau bahagia ketika orang ini mengambil hakku ketika aku di tanahmu?”

“Tidak, demi Latta dan Uzza, aku tidak melakukan apapun yang seperti itu.” lawan bicara orang yang berteriak-teraik tadi menyahut.

“Demi Tuhannya Musa, dia melakukannya. Dia membeli kurma dan jelai dariku pada musim tahun kemarin, tapi dia tidak punya uang. Dia memintaku untuk mengizinkan penundaan pembayaran sampai tahun ini, dan dia akan membayar di musim ini harga barang-barang tersebut dengan dendanya karena pembayaran yang terlambat. Sekarang dia mengingkari perjanjiannya.”

“Tapi kurma dan jelainya jelek, aku baru tahu kalau dia mencurangiku setelah ia kembali ke Yathrib. Ia menempatkan kurma dan jelai terbaik di atas. Yang di bawah rusak dan busuk, hanya baik untuk makanan hewan. Mana ada kurma plastiknya lagi!! Aku rugi besar!”

“Demi Tuhannya Musa dia berbohong! Ketika kita sepakat, barang-barangnya baik. Jika yang dikatakannya benar, mereka busuk ketika berada dalam penyimpanannya. Mengapa aku harus disalahkan atas ketidakbecusan dia?”

“Abdullah!”

“Ya Ayah?”

“Bayar orang dari Quraizhah ini sebanyak yang dia tidak bisa bayar. Kita tidak akan membiarkan Yahudi di Yatsrib mengatakan bahwa hidup dekat suku Aus dan Khazraj membuat mereka lebih terjaga haknya. Dan semoga Allah mengutuk salah satu kalian yang berbohong.”

“Ya, demi Tuhannya Ka’bah. Semoga Allah mengutuk siapa yang berbohong. Demi Latta, jika bukan karena kehormatan Abu Zaid, Aku akan memukulimu!!” kata centeng Tuan Shafwan kemaki.

Laki-laki Yahudi yang merasa terdzolimi itu pun berteriak-teriak meracau tentang akan datangnya nabi yang dijanjikan, yang membinasakan kaum Quraisy seperti kaum ‘Aad. Umar melihat kejadian itu. Namun hanya melewatinya bersama kawan-kawannya. Ia sudah sering mendengar ocehan orang Yahudi seperti itu. Jadi ia sudah tidak heran lagi.

“Umar, kau orang yang paling mengetahui syair diantara kita. Siapa penyair terbaik yang sebaiknya kami dengarkan?”

“Al-Khansa’ menangis dan membuat orang lain menangis. Dia selalu berduka. Dia berhenti menangis untuk memulai lagi.”

Begitulah Umar. Seorang Quraisy yang bijak, penyair yang baik, pemikir, pedagang yang jujur dan berintegritas tinggi, sekaligus memiliki fisik yang tangguh. Kekuatannya tak terkalahkan se-Kota Mekkah.

————————–

Sementara itu, di sudut lain Kota Mekkah…

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
“Bacalah! dengan nama Tuhan-Mu yang menciptakan”
“Yang menciptakan manusia dari segumpal darah”
“Bacalah! dan Tuhanmulah yang Maha Pemuirah”
“Dialah yang mengajarkan dengan pena”
“Ia mengajarkan manusia yang mereka tidak ketahui”

Beberapa waktu setelah turunnya wahyu pertama, ketika Sang Nabi baru saja tiba di rumahnya dari Gua Hira, menggigil kedinginan.

Seorang anak laki-laki tampak berjalan tergesa-gesa mendatangi rumah seseorang lalu mengetuk pintunya.

“Selamat malam, paman, Waraqah bin Naufal”

“Apa kau anak Abu Thalib?”

“Iya aku Ali.”

“Demi Allah, pasti ada suatu yang penting yang membawamu kemari pada waktu seperti ini.”

Ali langsung mengajak Waraqah menuju rumah Rosulullah.

————————–

Di dalam rumah Rosulullah…

“Allah akan dipuja. jika kau mengatakan kebenaran, wahai keponakanku, maka ini adalah malaikat yang sama yang diutus kepada Musa bin Imran. Aku berharap, aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu… Siapa saja yang datang dengan pesan yang sama akan dimusuhi.. Jika aku masih hidup pada hari itu, aku akan memberikan dukungan sekuat tenagaku”

Usai menyampaikan apa yang perlu disampaikan, Waraqah meninggalkan rumah Rosulullah dengan terlebih dahulu berpesan pada Ali.

“Keponakanku! Pastikan kau selalu dekat dengan sepupumu. Pesannya adalah kebenaran yang datang dari Tuhan langit dan bumi. Apa yang disimpan kota ini untuk kita…”

Sementara itu di dalam rumah Rosulullah turun wahyu kedua.

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
“Hai kamu, orang yang berselimut!”
“Bangunlah dan berilah peringatan!”
“Dan agungkanlah Tuhanmu!”
“dan bersihkanlah pakaianmu!”
“serta menjauhlah dari AlRujz (berhala)!”
“dan janganlah memberikan sesuatu karena menginginkan lebih”

“Munajad Sayyidina Umar Bin Khattab RA”

Ya Allah Berikanlah Aku Harta Di Dunia
Tidak Terlalu Banyak Dan Tidak Terlalu Sedikit. Sehingga Aku Tidak Malampaui Batas, Dan Juga Tidak Melupakan Tanggung Jawab Ku. Jumlah Yang Kecil Tapi Sedikit Lebih Baik Dari Pada Besar Tapi Menyebabkan Lupa Kepada-Mu.

Ya Allah Umurku Bertambah Dan Telah Banyak Hilang Kekuatanku Tetapi Kewajibanku Bertambah.

Panggillah Aku Ketika Aku Bisa Memenuhi Tanggung Jawabku, Tanpa Meninggalkan Salah Satupun

Tugas Penguasa Yang Paling Penting Terhadap Rakyatnya, Adalah Mendahulukan Kewajiban Mereka Terhadap Allah Seperti Yang Dijelaskan Di Dalam Agama Sebagai Petunjuk-Nya

Tugas Kami Untuk Meminta Kalian Memenuhi Apa Yang Allah Perintahkan Kepadaku Sebagai Hamba-Nya Yang Ta’at, Serta Menjauhkan Kalian Dari Perbuatan Maksiat Terhadap Allah.

Kami Juga Harus Menerapkan Perintah Perintah Allah Dimana Mereka Diperlakukan Sama Untuk Setiap Orang Dalam Keadaan Yang Nyata.

Dengan Begitu, Kita Memberikan Kesempatan
Kepada Orang Bodoh Untuk Belajar Yang Lengah Untuk Memperhatikan Dan Seseorang Yang Sedang mencari Contoh Untuk Di Ikuti.

Untuk Menjadi Orang Yang Beriman Yang Sejati, Tidak Didapatkan Dengan Mimpi Tetapi Dengan Perbuatan Yang Nyata.

Makin Besar Amal Perbuatan Seseorang, Makin Besar Pula Balasan Dari Allah. Dan Jihad Adalah Puncaknya Amal Kebaikan. Dan Barang Siapa Yang Ikut Berjihad Dan Meninggalkan Perbuatan Dosa Dan Ikhlas TerhadapNya. Sebagian Orang Menyatakan Telah Ikut Berjihad. Tetapi Jihad Dijalan Allah Yang Sesungguhnya adalah Menjauhkan Diri Dari Dosa. Tidak Ada Yang Disayangi Allah Yang Maha Perkasa Dan Bermanfaat Bagi Manusia Dari Pada Kebaikan Pemimpin Berdasarkan Pemahaman Yang Benar Dan Wawasan Yang Luas.

Tidak Ada Yang Paling Di Benci Allah KetidakTahuan Dan Kebodohan Pemimpin.

Demi Allah Aku Tidak Menunjuk Gubernur Dan PejabatDi Daerah Kalian Sehingga Mereka Bisa memukulmu Atau Mengambil Hartamu.
Aku Mengirim Mereka Untuk Membimbing Kalian Dalam Agama Kalian Dan Mengajarkan Sunnah Nabi SAW. Baranag Siapa Tidak Diperlakukan Dengan Adil Laporkan Kepadaku.

Demi Allah Yang Nyawaku Di Tangan – Nya, Aku Akan Menegakkan Keadilan Terhadap Kezaliman Mereka. Dan Jika Aku Gagal, Aku Termasuk Orang-Orang Yang Tidak Adil.

Lebih Baik Bagiku Mengganti Gubernur Tiap Hari Daripada Membiarkan Orang Zalim Sebagai Pejabat Dalam Sejam.

Mengganti Gubernur Lebiha Mudah Daipada Merubah Rakyat. Apabila Semuanya Yang Dibutuhkan Rakyat Disiapkan Denga Baik Untuk Mengganti Gubernurnya Maka Itu Hal Yang Mudah Maka Barangsiapa Yang Mengurusi Urusan Orang Muslim. Bertakwalah Kepada Allah Dalam Memperlakukan Rakyatnya. Kepada Semua Pejabat, Jangan Memukul Mereka Untuk Menghinakan Mereka. Jangan Meniadakan Haq Mereka Untuk Dan Tidak Mengurus Mereka. Dan Jangan Menyusahkan Mereka Sehingga Mereka Terasa Berat.

Wahai Manusia Jika Kalian Telah Menyelesaikan Ritual Haji Orang Dari Daerah Yang Berbeda Berkumpul Denganku, Gubernur Dan Pejabatnya Sehingga Aku Bisa Melihat Situasi Mereka Aku Akan Mendengarkan Keluhan Mereka, Dan Memberikan Keputusanku. Memastikan Yang Lemah Diberikan Haknya, Dan Keadilan Ditegakkan Semua.


My FB

Masukkan email dulu utk langganan

Join 1 other subscriber

Ym ku

RSS VivaNews

  • An error has occurred; the feed is probably down. Try again later.

Ubuntu User

The Ubuntu Counter Project - user number # 24008

The Ubuntu Counter Project - user number # 24008

The Ubuntu Counter Project - user number # 24008

Statistik

  • 115,946 hits

Statistik